Wedding Day
Jarum jam menunjukan pukul sepuluh lebih lima belas menit. Sudah waktunya untuk pengucapan janji pernikahan.
Farhan dan Maria akan dipertemukan dari kedua sisi berbeda yang berlawanan. Pintu dari sisi kiri terbuka, menampilkan mempelai pria dengan para pendamping di belakangnya.
Pintu dari sisi kanan ikut terbuka, menampilkan mempelai wanita dengan para pendamping di belakangnya. Keduanya dibiarkan untuk berpandangan satu sama lain dari jauh terlebih dahulu.
Maria memandang Farhan yang mengenakan jas hitam, membuat pesona Farhan menambah. Farhan merasakan detak jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya.
Mereka dipersilahkan untuk berjalan maju, menuju Pendeta yang berada di tengah jalan mereka. Langkah demi langkah diambil, Farhan dan Maria semakin mendekat.
Sekarang, Farhan dan Maria sudah berhadapan. Mata Farhan tidak berkedip memandang paras ayu Maria. Maria hari ini menjadi berkali-kali lipat lebih cantik, dengan gaun putih yang ia kenakan.
Farhan tidak pernah menyangka bahwa gadis yang berada di depannya ialah gadis yang ia temui lima tahun yang lalu karena Shelly. Menurutnya, Shelly adalah penghubung antara dirinya dan Maria. Jika Shelly tak menghilang hari itu, mungkin ia tidak akan bersama Maria hari ini.
Selangkah lagi gadis di depannya akan sah menjadi istrinya. Pendeta memulai untuk menuntun Farhan dan Maria mengucapkan janji pernikahan.
Belum sempat Farhan mengucapkan janji, Maria terlebih dahulu jatuh dari tempatnya berdiri. Maria kehilangan kesadarannya, membuat Farhan panik.
Farhan dengan reflek langsung menggendong Maria dan berjalan tanpa arah. “Awas-awas, Maria harus dibawa ke rumah sakit.” Farhan meminta untuk semua orang tidak menghalangi jalannya.
“Han, bawa ke mobil Adit aja, mobilnya udah di depan.” Dika ikut berlarian menemani Farhan dan memberi tahu Farhan agar langsung mengarah ke area depan.
“Mar, bangun, Mar.” Farhan menepuk-nepuk pipi Maria di sela-sela larinya.
Farhan sudah kelewat panik, di saat berada di depan mobil Adit pun ia kebingungan sendiri untuk membuka pintu mobil. Farhan seperti kehilangan pikirannya dan tak kunjung membuka pintu mobil.
“Han, lo tenang dikit. Lo bisa minta gue buat bukain.” Dika yang berada di sebelah Farhan langsung membukakan pintu mobil.
Setelah pintu terbuka, Farhan langsung membawa dirinya bersama Maria masuk. Dika menutup pintu mobilnya dan berlari menuju kursi penumpang di sebelah Adit.
“Dit, gue mohon cepet, Dit.” Farhan memohon pada Adit agar lebih cepat melajukan mobilnya.
“Mar, kamu kenapa, Mar? Bangun, Mar.” Farhan tak henti-hentinya meminta Maria untuk bangun.
Kondisi jalan lumayan ramai, membuat mereka terjebak kemacetan sebentar. Membuat Farhan kembali dalam resahnya, memikirkan segala kemungkinan pada Maria.
Adit dan Dika pula tak henti-hentinya menenangkan Farhan dan menyuruh Farhan untuk memikirkan segala kemungkinan yang terjadi.
Mama Farhan sempat menghubungi Dika untuk memastikan kondisi anak dan calon menantunya. Dika langsung memberi tahu lokasi rumah sakit yang mereka tuju, agar keluarga Farhan dapat menyusul.
Tibalah mereka di rumah sakit, Farhan memasuki rumah sakit dengan tergesa sembari berteriak memanggil dokter atau siapapun yang dapat membantunya.
Mata semua orang tertuju pada mereka, karena Farhan dan Maria menggunakan busana pernikahan. Cukup terjadi sedikit kegaduhan akibat Farhan yang terlampau sangat panik.
Akhirnya beberapa perawat datang dan langsung mengarahkan Farhan untuk membawa Maria ke ruang UGD. Farhan diminta untuk menunggu di luar saat dokter memeriksa kondisi Maria.
Hampir lima belas menit dokter tak kunjung keluar dari ruang UGD, membuat Farhan tidak bisa tenang sama sekali. Ditemani oleh Adit dan Dika, kedua sahabatnya terus memberikan segala usaha mereka untuk menenangkan Farhan.
Farhan menghampiri seorang dokter yang keluar dari ruang UGD. “Pasien harus melakukan ronsen di bagian kepalanya, saya menduga ada suatu kerusakan pada organ dalam kepalanya. Tetapi saya harap jika dugaan saya salah.” Dokter berkata seperti itu.
Farhan langsung meminta dokter untuk melakukan apapun untuk Maria, yang terpenting adalah kondisi Maria. Tiga puluh menit berlalu, sudah ada Papa dan Mama Farhan serta Naka yang ikut menemani Farhan.
Setelah Maria selesai dironsen dan hasil ronsen sudah keluar, dokter meminta untuk wali dari Maria menemuinya. Dikarenakan kondisi Farhan tidak memungkinkan untuk menemui dokter, maka Papa Farhanlah yang menjadi wali Maria.
Di dalam, dokter memperlihatkan hasil dari ronsen kepala Maria. Tentu saja gambar yang ditunjukan sama sekali tidak Papa Farhan pahami. Dokter pun menjelaskan kondisi Maria, “Otak bagian belakang pasien mengalami pendarahan dalam, kemungkinan besar penyebabnya adalah karena benturan yang cukup keras.”
Dokter menjelaskan rinci dengan kondisi Maria saat ini. “Lalu apa yang harus dilakukan?” tanya Papa Farhan.
“Harus segera dilakukan operasi, pendarahan pada otaknya sudah cukup parah dikarenakan terlalu lama dibiarkan.” Langkah yang harus diambil adalah operasi, ternyata kecelakaan beberapa waktu lalu membuat pendarahan di otak bagian belakang Maria.
Papa Farhan meminta sedikit waktu berdiskusi dengan yang lain untuk keputusan operasi Maria. Dokter paham dan mempersilahkan Papa Farhan untuk berdiskusi dengan catatan jangan terlalu lama.