Sisi Lain The M

Arlabi keluar dari kamarnya dan turun ke bawah menuju meja makan. Tangannya bergetar hebat kala pulang dari tempat di mana ia kembali mengingat kenangan buruk pada masa lalunya.

Dari jauh tampak kelima orang lainnya tengah menunggunya di meja makan, tak ada satu orang pun yang menyentuh makanannya. Arlabi sedikit merasa tidak enak kepada mereka karena membuat mereka menunggunya hanya untuk makan.

Arlabi duduk di bangkunya yang berada di tengah antara Petandra dan Lamos. Petandra memalingkan kepalanya memperhatikan Arlabi. “Tangan lo gemeter?” Anggukan yang menjadi jawaban Arlabi atas pertanyaan Petandra.

Petandra merubah posisi duduknya menghadap Arlabi, tangannya memegang sisi kiri bawah perut Arlabi. “Sakit?” tanyanya yang dijawab dengan anggukan lagi.

“Bekas lukanya bahkan udah hilang, tapi kenapa rasanya masih sakit,” ucap Arlabi dengan rasa bingung.

“Itu trauma masa lalu lo, luka lo udah seratus persen sembuh. Tapi memori otak lo nggak seratus persen hilang.”

Sial, Arlabi memejamkan matanya setelah mendengar penuturan Petandra. Rasanya kini jauh lebih sakit, sementara otaknya kembali memutar sebuah kejadian yang sangat ia benci.

Kenangan di saat Arlabi berusia tujuh tahun. Dulu ia adalah anak yang sangat periang, ia sangat senang bermain. Hingga suatu saat ia kelelahan saat bermain petak umpet dengan temannya, ia tertidur di sebuah kursi di taman.

Ia terbangun saat matanya melihat sekeliling yang sudah gelap. Dengan langkah cepat ia bergegas pulang, ia takut jika akan terkena amarah dari ayahnya.

Benar saja, saat kembali ke rumah, ia disuguhkan ayahnya yang berada di dapur dengan amarah yang meluap. “Dari mana kamu?! Tidak tahu aturan!” Ayah Arlabi menarik telinga Arlabi dengan sangat kencang, membuat Arlabi kecil menangis kesakitan.

“Sudah membuat istri saya mati, kamu juga selalu menyusahkan saya.” Ayah melayangkan satu pukulan keras di tangan Arlabi.

“Ayah ampun, Arbi salah, Ayah ampun, sakit.” Arlabi meraung kesakitan, mulutnya terus menyebut ayahnya yang bahkan sudah tak pantas lagi disebut ayah.

Belum puas, Ayah Arlabi mengambil satu pisau tajam yang menggantung di dekat rak dapur. Dengan segan ia menusukkan pisau itu pada perut Arlabi. Tusukan yang Arlabi terima membuat sakit pada telinga serta tangannya hilang, melainkan rasa sakit itu pindah ke perutnya.

Tangannya menggenggam pisau yang tertancap di perutnya, rasanya sungguh sakit, sangat sakit. Bagaimana orang dengan tega berperilaku seperti itu kepada anak kecil yang tak mempunyai dosa.

“Ayah, sa.. kit.. Arbi sakit ...,” ucap Arlabi di sisa kesadaran yang ia punya.

Sejak saat itu Arlabi mengalami trauma hebat ketika melihat darah, ia akan selalu mengingat bagaimana darah yang keluar dari perutnya ketika ia kecil. Rasa nyeri juga akan muncul pada tempatnya dulu terluka.

“Argh, lupain, lupain!” Arlabi berteriak memukul kepalanya sendiri. Berharap semua kenangan buruknya hilang seperti bekas lukanya yang sudah menghilang.

“Bi, jangan gini. ARBI DENGERIN GUE!” Petandra menghentikan gerakan tangan Arlabi yang memukul kepalanya sendiri.

Seluruh orang di sana paham dengan keadaan Arlabi. Bahkan semuanya tahu bagaimana masa lalu dari berbagai orang di sana. Bagi mereka, masa lalu Arlabi yang sangat menyakitkan.

“Kalian makan, keburu makanannya dingin,” ucap Lamos yang mulai membuka makanan yang sudah ia beli dan ia bagikan pada masing-masing piring temannya.

“Gimana gue bisa makan di saat temen gue lagi coba lawan rasa traumanya?” ucap Nilkara.

Walaupun The M mempunyai peraturan-peraturan yang dapat dikatakan kejam, tetapi mereka memiliki solidaritas yang tinggi. Sama halnya seperti Nilkara saat ini, walaupun ia yang paling sering berdebat dan ribut dengan Arlabi, tetapi ia tetap memiliki empati kepadanya.

“Makan aja, Arbi juga makan, gue yang suapin,” ucap Petandra sembari mengarahkan sendok berisi nasi serta lauk ke arah Arlabi.

“Apaan deh, gue bisa makan sendiri.” Arlabi enggan membuka mulutnya.

“Turunin gengsi lo. Lo nggak mungkin bisa makan kalo tangan lo gemeter kayak gini.” Petandra adalah sosok yang kelihatannya tidak punya rasa empati sedikit pun. Namun, nyatanya ia adalah sosok yang paling mengerti perasaan yang lain.

The M adalah orang-orang dengan masa lalu yang pahit. Mereka bertemu di sebuah tempat kursus menembak. Semakin dekat mereka semakin berbagi alasan mengapa mereka datang dalam kursus ini.

Langga yang mempunyai dendam oleh sekelompok orang yang sempat mem-bullynya. Petandra yang membenci perlakuan ayahnya yang selalu memukuli ibunya. Nilkara dan Diospiros yang memiliki dendam kepada orang tuanya karena meninggalkannya di panti asuhan. Lamos yang memiliki dendam kepada saudara tirinya yang membuat ibunya berubah menjadi kasar padanya. Lalu Arlabi yang membenci perlakuan ayahnya padanya.

Semuanya memiliki dendamnya masing-masing dan mempunyai tekad untuk membalaskannya. Maka sejak saat pertama mereka berbagi cerita, mereka memutuskan untuk menjadi satu. Menjadi satu kumpulan yang kerap disapa mafia.

Setelah kondisi Arlabi mulai tenang, Diospiros mulai melayangkan sebuah candaan yang membuat seluruh orang yang sedang menyantap makanannya tertawa.

Tawa yang tak akan pernah didengar orang lain selain anggota The M. Tawa lepas yang menyimpulkan segala rasa bahagia di dalamnya.