Satu Lusin

Langga melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Jika ia kalah cepat, maka ia bisa saja habis oleh tiga mobil yang sedang mengejarnya.

Ketiga mobil tersebut tertipu oleh Langga, Langga justru mengarahkan mereka ke sebuah pantai yang sangat jauh dari pemukiman warga dan akan membawa mereka pada teman-temannya yang lain.

Langga tersenyum miring saat melihat empat mobil hitam berjajar rapi persis di tepi pantai. Sebuah klakson singkat diberikan Langga, memberi kode pada pengemudi empat mobil di depannya untuk keluar.

Mobil Langga berhenti tepat setelah seluruh temannya keluar dari mobil. Membuat tiga mobil dibelakangnya ikut berhenti.

Tampak Diospiros lebih dahulu berjalan mendekat ke arah mobil Langga. Ia mengetuk kaca mobil Langga dan meminta Langga segera keluar.

Langga keluar dari mobilnya sembari menenteng sebuah rantai yang cukup panjang. Matanya menatap seluruh temannya dan langsung memberi tanda ke arah mobil-mobil di belakangnya.

Petandra berjalan memimpin di depan untuk menghampiri tiga mobil yang menjadi sasarannya.

Langga dan Petandra menghampiri mobil pertama, Nilkara dan Lamos menghampiri mobil kedua, lalu Arlabi dan Diospiros menghampiri mobil ketiga. Sukses sudah mereka mengepung tiga mobil di sana.

Tampak empat orang pada masing-masing mobil mulai ketakutan. Petandra, Lamos, dan Arlabi bersama-sama memukul kaca mobil pengemudi dengan kencang, bahkan berhasil membuat retak kaca mobil itu.

“Keluar!” teriak Nilkara menginstruksi orang-orang yang berada di dalam mobil untuk segera keluar.

“Dua belas lawan enam masih takut kalian?! KELUAR!” Nilkara kembali berteriak sebab tak ada satu orang pun yang keluar dari mobil.

“Langsung buka aja mobilnya,” ucap Lamos dengan tangan yang sudah siap membuka pintu mobil.

Tak disangka, pengemudi serta penumpang dari mobil ketiga keluar. Satu pukulan tepat mengenai sudut bibir Diospiros, pelakunya ialah pengemudi mobil tersebut.

“Wah, berani banget lo.” Diospiros menyentuh sudut bibirnya yang mulai membiru. Tidak sakit, Diospiros tidak merasakan sakit apa pun akibat pukulan tersebut.

Diospiros mengambil suatu barang di saku celananya, rupanya ia mengambil sebuah pisau kecil dan langsung mengarahkan pisau itu tepat di leher seseorang yang sudah memukulnya.

Lelaki yang ia sodorkan pisau dengan cepat menahan tangannya, tetapi kekuatan lelaki itu jauh di bawah dari Diospiros. Diospiros bahkan tak perlu mengeluarkan tenaga lebih untuk menahan cengkraman tangan lelaki itu.

Dor!

Satu tembakan diberikan Petandra pada kaca mobil pertama, peluru dari pistol Petandra mampu menembus kaca mobil yang tebal dan mampu membuat sang pengemudi ikut tertembak.

“Satu,” hitung Langga setelah memastikan orang yang Petandra tembak sudah tewas.

Tangan Diospiros bergerak, pisau yang ia pegang sukses menyayat leher lelaki di hadapannya. “Argh,” gerangan lelaki itu dengan tangan memegang lehernya sendiri menahan sakit.

Diospiros meninggalkan lelaki yang sudah terguling di pasir sembari menikmati rasa sakitnya sebelum menjemput kematian. Ada tangan lainnya yang siap memukulnya dari belakang, tetapi tangan itu kalah cepat dengan tusukan pisau Diospiros pada perutnya.

Diospiros tak langsung mencabut pisau itu, ia putar terlebih dahulu 360°. Ia tersenyum puas saat melihat orang yang ia tusuk tengah meringis serta memohon kepadanya atas rasa sakit yang sedang dirasanya.

Langga mendekat pada orang yang sudah Diospiros sayat lehernya, orang ikut sudah berhenti berteriak menahan sakit. “Dua,” hitung Langga kembali setelah memastikan orang di bawahnya ini sudah kehilangan nyawa.

Dor!

Satu lagi peluru Petandra menembak ke dalam mobil, seseorang yang duduk di kursi penumpang sebelah pengemudi pun kehilangan nyawanya dengan cepat.

“Tiga,” hitung Langga yang memainkan darah dari leher korban Diospiros. Dapat Langga pastikan jika orang yang ditembak Petandra sudah tewas, tak perlu lagi ia ragukan kekuatan peluru dari pistol Petandra.

Tancapan pisau Diospiros pada perut korbannya terlepas saat korbannya jatuh dengan tak sadarkan diri akibat terlalu banyak mengeluarkan darah. Kecil-kecil cabai rawit, walaupun pisau milik Diospiros kecil, tetapi pisau itu mampu membuat dua orang tewas.

Langga berjalan mendekat ke arah korban baru dari Diospiros yang sudah terbaring di pasir. Tangannya menangkup kedua pipi lelaki itu, ia gelengkan kepala lelaki itu ke kanan dan kiri.

Good bye, Bro. Empat,” hitung Langga kembali.

Dua orang lainnya ingin melarikan diri, tetapi terlebih dahulu Arlabi tahan. “Lo berdua bisa pergi dari sini kalau kalian bisa ngalahin gue,” ucap Arlabi dengan menggulung lengan bajunya ke atas.

Arlabi maju semakin dekat dengan kedua orang di hadapannya. Kedua tangannya mengambil satu pergelangan dari masing-masing pria di sana. Ia memutarkan genggaman tangan itu ke arah belakang tubuhnya, membuat kedua orang itu meringis kesakitan.

“Ampun-ampun, argh, ampun.” Dapat dipastikan jika lengan tangan kedua orang itu patah. Kekuatan tangan Arlabi belum ada yang dapat menandingi termasuk teman-temannya sendiri.

Arlabi membanting mereka ke pasir, ia meloncat hingga kakinya menghantam kedua dada mereka. “Kanan atau kiri duluan?” tanya Arlabi pada Langga yang sibuk menatapnya sedari tadi.

“Bareng,” jawab Langga singkat.

Arlabi tersenyum, ia melangkahkan kedua kakinya menuju leher dari masing-masing orang yang berada dibawahnya. Ia cekik leher mereka dengan kakinya, ia tahu titik terlemah pada leher sehingga sangat mudah baginya menewaskan dua orang di bawahnya dengan bersamaan.

“Enam,” hitung Langga, dan ia bangkit setelah melumuri tangannya dengan darah mayat yang sudah bertebaran di pasir. “Kalian diem aja nih?” tanya Langga pada Nilkara dan Lamos.

Lamos mengisyaratkan sesuatu pada Nilkara dan pada hitungan ketiga mereka sama-sama membuka pintu mobil di hadapan mereka. Empat orang di dalam mobil mereka paksa keluar dengan kasar.

Langga melemparkan rantai yang ia bawa sedari tadi pada Lamos. “Sekalian?” tanya Lamos pada Petandra sembari melirik singkat mobil di depan Petandra.

Petandra mengangguk, ia hendak membuka pintu mobil, tetapi Langga menahannya. “Jangan, mereka nanti urusan gue,” ucap Langga yang membuat Petandra menghentikan tangannya untuk membuka pintu mobil.

Nilkara mengarahkan keempat orang tadi membentuk lingkaran, lalu Lamos ikatkan rantai yang ia terima dari Langga kepada mereka. Keempat orang di sana terkunci tak dapat pergi bahkan bergerak.

Lamos melemparkan dua buah pil obat pada Nilkara, mereka sama-sama memegang dua buah pil obat yang akan mereka masukan dengan paksa ke dalam mulut empat orang yang sudah terikat.

Obat itu adalah racun yang sudah mereka racik yang membuat siapa saja yang meminumnya akan kehilangan nyawanya tidak sampai hitungan menit.

Sepuluh detik setelah Nilkara dan Lamos memasukkan obat racun itu, mereka sudah memejamkan matanya lemas. Tiga puluh detik kemudian mulut mereka mulai mengeluarkan busa dan berakhir mereka kehilangan nyawanya.

“Sepuluh,” hitung Langga lagi.

“Kalian semua menjauh dari mobil, sekarang!” Kelima teman Langga berlari menjauh dari mobil sesuai apa yang Langga perintahkan.

Dentuman hebat terdengar, ketiga mobil korban mereka meledak. Rupanya ini alasan Langga menyuruh yang lain untuk menjauh, agar mereka tidak terkena imbas dari ledakan tersebut.

Sejujurnya jika mereka tidak turun langsung membunuh dua belas orang tadi itu tak masalah. Sebab Langga sudah terlebih dahulu memasang peledak di dalam mobil mereka.

Langga pergi meninggalkan teman-temannya ke sisi yang lumayan jauh dari bibir pantai. Ia menemui seseorang dengan jas hitam dan arloji mahal pada pergelangan tangannya.

“Kerja bagus, uangnya sudah saya taruh di bagasi mobil kamu,” ucap seseorang berjas hitam.

Langga mengulurkan tangannya mengajak sang lawan bicara untuk berjabat tangan. Sang lawan bicara dengan ragu menerima jabatan tangan Langga yang penuh akan darah.

“Senang bekerja sama dengan anda. Tugas saya dan yang lain hanya menghilangkan nyawa mereka. Kekotoran yang sudah dihasilkan silahkan anda yang membereskan.” Usai Langga berucap itu, ia meninggalkan lawan bicaranya.

Langga mengangkat tangan kanannya dan membuka kedua jarinya memberi isyarat kepada yang lain. “Balik rumah,” ucapnya lalu masuk ke dalam mobilnya.