Sakit

Panik melanda Farhan ketika mendengar perkataan Shelly. Farhan langsung bergegas keluar kamarnya dan turun ke bawah.

Panggilan kedua orang tua Farhan diabaikan, Farhan pula belum sempat mengganti pakaiannya.

Farhan menaiki mobilnya dan pergi ke rumah Maria. Sepanjang perjalanan ia tak fokus memikirkan kondisi Maria. Farhan takut jika suatu hal yang tidak diinginkan terjadi pada Maria.

Saat mobilnya sudah terparkir di depan rumah Maria, Farhan langsung menggedor rumah Maria. Farhan tak bisa langsung masuk, karena kondisi pintunya terkunci.

“Shelly ayo Shelly buka pintunya,” batin Farhan sembari menggedor pintu rumah Maria dengan irama tak selaras.

Suara kunci diputar terdengar, Farhan menghentikan ketukan tangannya pada pintu. Mendengar putaran kunci yang tak beraturan, membuat Farhan bersuara, “Ke kanan Shelly, pelan-pelan aja, jangan buru-buru.”

Farhan memberi bimbingan Shelly untuk membuka pintunya. Shelly mengikuti pesan Farhan, kunci pintu sudah berhasil terbuka. Shelly membuka kenop pintunya dan mendapati Farhan di depannya.

Farhan langsung menggendong Shelly dan membawanya ke dalam. Farhan menaruh Shelly di sofa depan televisi. Farhan memberikan ponselnya pada Shelly, “Shelly mainan pake hpnya Kakak dulu, ya. Kakak ke kamar Kak Maria dulu,” ucapnya pada Shelly.

Farhan memasuki ke ruangan yang berada di dekat sofa yang diduduki Shelly. Saat memasuki kamar Maria, ia sudah dihadiahi pandangan Maria yang meringkuk di balik selimutnya. Badan Maria bergetar, menggigil kedinginan. Farhan menoleh pada satu kipas angin di atas Maria, namun kipas itu sudah mati, lantas apa yang membuat Maria menggigil.

Dengan pelan Farhan menaiki kasur Maria, ia melihat wajah pucat Maria. Tangannya terulur menyentuh dahi Maria, merasakan suhu badan Maria yang tinggi.

Farhan kelewat panik, ia segera mengangkat Maria dalam gendongannya. “Mar, bangun, Mar.” Farhan mencoba membangunkan Maria.

Namun saat Farhan ingin keluar dari kamar, tiba-tiba Maria membuka pelan matanya. “Kak..” lirih Maria dengan nada lemas.

“Iya, Mar, bentar, ya. Habis ini kita ke dokter.”

“Ga usah, aku gapapa, turunin.” Farhan menuruti permintaan Maria, Farhan menurunkan Maria dari gendongannya. Maria melangkahkan kakinya ke arah kasur, namun baru dua langkah, kakinya melemas.

Maria hampir terjatuh, ia akan terjatuh jika Farhan tidak cepat menahannya. Farhan kembali menggendong Maria, Maria mencoba menepisnya, tapi apalah daya, tubuhnya kini sedang sangat lemas, ia tak kuat melawan tenaga Farhan.

“Ga mau ke dokter, Kak.”

“Iya, engga.”

Farhan menidurkan Maria ke kasur, setelah itu Farhan ke toilet dan mencari sebuah handuk kecil untuk mengompres dahi Maria.

Setelah menemukan barang yang dicari, Farhan duduk di samping Maria. Tangannya mengambil handuk yang masih kering, lalu ia rendamkan pada air dingin di sebuah mangkok yang sudah ia siapkan. Setelahnya, Farhan memeras handuk itu dan menempelkannya pada dahi Maria.

Maria sudah tak begitu menggigil, namun Farhan masih takut meninggalkan Maria. Terlebih Maria hanya tinggal bersama Shelly, tidak ada yang bisa menjaga Maria.

“Kak,” panggil Maria tanpa membuka matanya.

“Ya?”

“Tolong ambilin obat di laci dapur sebelah kiri. Aku harus masuk kerja, Kak.” Tangan Maria terulur memegang tangan Farhan, memohon agar Farhan mengambilkannya obat.

“Aku ambilin, tapi kamu ga perlu kerja, Mar. Hari ini libur dulu, kamu ga lihat kondisi kamu kaya gimana?”

“Tapi, Kak.”

“Stt diem, nanti aku yang ijinin ke Pak Radya.”

Farhan memainkan ponsel milik Maria, ia mengirim pesan kepada atasan Maria agar memberi Maria izin, karena Maria sedang sakit.

Tak hanya mengirim pesan ke Pak Radya, Farhan pula membuka aplikasi ojek onlinenya dan memesan tiga porsi bubur ayam. Pikirnya, ia tak bisa meninggalkan Maria, namun Maria harus makan terlebih dahulu sebelum meminum obat, maka dari itu Farhan memesan makanan lewat ojek online.

Farhan menaruh ponselnya dan kembali menatap Maria, wanitanya sekarang sedang tidur dengan tenang, walau sesekali alisnya berkerut cemas.

Shelly masuk ke kamar dengan tergesa, membuat Maria terbangun. Farhan menoleh pada Shelly, dan Shelly naik ke kasur lalu duduk di samping Maria.

“Kakak, mau mandi,” ucap Shelly sembari menggoyangkan badan Maria.

“Huh? ya udah, ayo.” Maria mencoba bangun dari tidurnya, namun ditahan oleh Farhan.

Maria menatap Farhan dengan tatapan heran, “Shelly mandi sendiri bisa? nanti airnya biar Kakak yang siapin. Kalo Shelly udah selesai, Shelly bisa teriak, nanti Kakak masuk buat pakein baju.” Farhan beralih menatap Shelly.

Tak langsung ada jawaban dari Shelly, sepertinya Shelly masih bimbang, namun akhirnya Shelly mengangguk.

Farhan tersenyum dan segera menyiapkan air hangat untuk Shelly. Setelah siap, Shelly pun masuk ke kamar mandi.

Maria masih dengan tatapan bingung, “Aku ga bisa mandiin anak kecil, Mar. Dari pada kenapa-kenapa, mending kaya gitu aja.” Setelah mendengar penjelasan Farhan, Maria baru mengangguk paham.

Shelly tipe anak yang sangat suka bermain air, bahkan hingga makanan yang dipesan Farhan datang pun, Shelly belum selesai dari ritual mandinya.

Hal itu membuat Farhan menghampiri Shelly, “Udah yuk mandinya, makanannya udah dateng.”

“Bentar, Kak, masih mau main.” Shelly berada di bak mandi kecilnya dengan beberapa mainan yang terapung.

“Ayo, nanti sakit.” Farhan terus membujuk Shelly agar mau mentas.

Sekian banyak bujukan sudah diberi, akhirnya Shelly mau mendengar Farhan dan segera mentas.

“Kakak, boleh pinjem hp lagi ga?” tanya Shelly ketika Farhan sedang memberi bedak pada wajahnya.

“Iya, boleh. Kakak nyuapin Kak Maria duluan ya, nanti baru nyuapin Shelly.”

“Okey, Kak!”

Setelah memberikan ponselnya ke Shelly, Farhan mengambil satu bungkus bubur ayam dan segelas air, serta obat demam. Farhan duduk di samping Maria, lalu ia mulai membangunkan Maria.

“Mar, bangun dulu yuk, makan terus minum obat, baru deh tidur lagi.”

Maria membuka matanya yang berat, ia bangun dan duduk menyender pada tembok. Farhan pun mulai menyuapi Maria dengan pelan dan telaten, dirinya sudah terbiasa menyuapi karena sering bersama dengan Shelly.

“Udah, Kak.” Baru lima suapan, tapi Maria sudah tidak ingin makan.

“Baru dikit loh? makan lagi, ya?” Maria menggeleng, mulutnya terasa hambar, rasanya tidak enak. Perutnya juga sedikit menolak makanan yang masuk.

“Ya udah, ini minum dulu.” Farhan memberikan gelas yang berisi air untuk diminum Maria.

Maria mengembalikan gelasnya pada Farhan, namun Farhan tidak menerimanya. Farhan menyuruh Maria agar tetap menggenggam gelas itu.

Farhan membuka obat, lalu dia suapkan ke mulut Maria. Maria kembali meminum minumannya, setelah tertelan, Maria kembali mengembalikan gelasnya pada Farhan.

Maria memposisikan dirinya untuk tidur, matanya sudah sangat berat. Tak sampai lima menit, Maria sudah terpulas tidur.

Farhan akan keluar dan menyuapi Shelly, namun sebelumnya, ia mendekatkan dirinya ke Maria. Bibirnya ia dekatkan ke kening Maria, Farhan mengecup pelan kening Maria sembari berkata, “Cepet sembuh, cantik.”