Rindu Mendalam

Dua tahun sudah satu wanita yang Daffa cintai hilang tanpa kabar satupun. Daffa rindu akan sosok wanita itu, rindu dengan suaranya, rindu semua tentang wanita itu.

Salma, hanya nama itu yang berhasil memenuhi segala penjuru pikiran Daffa. Hanya berharap jika keadaan Salma baik-baik saja.

Ke manapun Salma pergi, ia selalu berada di pikiran Daffa, tak akan berpindah ke mana-mana. Kondisi Daffa sudah bisa bersosialisasi, seperti yang diharapkan Salma. Salma selalu meminta Daffa agar bersosialisasi karena Salma yakin, dirinya tak akan selalu ada untuk Daffa.

Malam ini Daffa terduduk di kamarnya, dengan memandang langit bintang dari dalam kamarnya. “Lagi dan lagi, gue kangen lo, Sal.”

Rasa rindu yang tak kunjung mereda, bahkan tiap harinya justru bertambah. Daffa sendiri tak tahu cara agar bisa meredakan rasa rindunya pada Salma.

Daffa memandangi satu per satu bintang di langit dengan jeli, tangannya terangkat lalu menunjuk satu per satu dari bintang di sana, menghubungkannya satu sama lain. “Sal, arti bintang itu, lo milik gue, dan gue milik lo. Hahaha, gue ngarang doang sih, gue ngga ahli dalam hal bintang. Gue juga ngga tau lo milik siapa.”

Seperti inilah Daffa tiap malam, selalu memikirkan Salma. Memikirkan segala skenario yang belum pernah terjadi. Daffa mengandai-andai jika dirinya sedang bersama Salma.

Hanya duduk dan menatap langit, atau berbaring dan menatap langit-langit atap. Diam tanpa kata apapun, tetapi pikirannya yang tak pernah bisa diam.

Daffa tak bisa melakukan apapun selain membuat skenarionya sendiri, di mana hanya ada dirinya dan Salma, tak ada orang lain.

Kemarin Daffa sudah berkunjung ke Jogja. Daffa mendatangi universitas di mana Salma menimba ilmu. Daffa pula mendatangi tempat yang terakhir kali Salma ceritakan padanya. Namun, semuanya nihil, Daffa sama sekali tak menemukan Salma.

Daffa sempat bertanya dengan petugas di sana, mereka berkata jika Salma sampai saat ini masih menimba ilmu di sana. Tandanya, Salma masih hidup, perkataan teman-temannya salah besar.

Daffa mencoba meminta sedikit informasi dari petugas di sana, tetapi tidak bisa, mereka sangat menjaga privasi dari mahasiswanya. Sekuat tenaga Daffa membujuk, tak kunjung ada imbuhan yang Daffa harapkan.

Daffa kembali ke Jakarta dengan perasaan kecewa. Tiga hari di Jogja ia tidak bisa menemukan Salma.

Daffa selalu menunggu malam tiba, mengapa? Karena malam adalah penghubung Daffa dengan Salma. Hanya di tidurnya, Daffa dapat melihat Salma.

Karena itulah Daffa selalu menunggu hadirnya malam, memang tak mudah untuk tidur, tetapi setidaknya ia masih bisa tidur sejenak. Tidak selalu bertemu Salma di alam bawah sadarnya, tetapi ia sering bertemu Salma di alam bawah sadarnya.

Kali kedua Daffa kehilangan sosok yang Daffa cintai, pertama ibunya lalu yang kedua Salma. Daffa menertawakan sendiri skenario semesta. Nyatanya, skenario paling indah adalah skenario miliknya sendiri.