Rasa Takut Reza

Kiana terburu-buru memesan ojek online agar bisa segera ke rumah Reza.

Hanya butuh waktu sepuluh menit untuk sampai di rumah Reza. Sejak Kiana masuk ke dalam perumahan rumah Reza memang semua listrik padam. Sepertinya sedang ada pemadaman listrik berkala.

Kiana langsung masuk ke dalam rumah Reza, kebetulan pintunya tidak terkunci.

“Ja.. Lo dimana, Ja?” teriak Kiana yang mengarahkan senter ponselnya pada seluruh sisi rumah.

“Na.. Gelap Na.. Gue takut,” Reza merintih ketakutan.

“Ja gue denger suara lo, lo dimana?”

“Gue disini Na,” Kiana mencoba untuk terus mengarahkan senter ponselnya ke arah suara Reza dan akhirnya ia menemukan Reza yang sedang duduk di lantai dengan kedua kakinya yang menekuk.

Kiana menghampiri Reza dan langsung mendekap Reza ke dalam pelukannya.

“Tenang oke? Sekarang ada gue, jangan takut ya.” Kiana mengusap rambut Reza dengan pelan, dan kepala Reza yang sudah jatuh di dada Kiana.

“Gelap,” ucap Reza dengan sedikit bergetar.

“Iya gelap, anggep aja lo lagi molor di kelas kaya biasanya, kan gelap tuh.” Reza hanya mengangguk-angguk mendengar ucapan Kiana.

“Pindah ke sofa yuk Ja, disini dingin.” Kiana beranjak untuk berdiri sembari menuntun Reza yang masih ketakutan.

Kiana duduk dan Reza ia tidurkan di pangkuannya.

Tidak lama lampu sudah mulai menyala satu per satu, yang berati listrik sudah tidak padam lagi.

Sekarang Kiana bisa menatap wajah Reza, Reza sedang tidur dengan pulas. Reza pun tak sadar jika listrik sudah menyala.

Kiana menepuk pelan pipi Reza untuk membangunkannya.

“Ja, bangun hey, udah nyala nih.” Reza terbangun mendengar ucapan Kiana.

“Bangun, berat pala lo,” ucap Kiana melihat mata Reza yang sudah terbuka.

“Bentar, udah PW,” jawab Reza.

“Na, lo tidur disini aja, ya?”

“Lah, besok kan sekolah. Gue ga bawa buku pelajaran sama seragam, Ja.”

“Besok sebelum ke sekolah ke rumah lo dulu. Please? gue takut kalo mati lagi,” mohon Reza.

“Hmm fine, gue tidur sini.”

“Sip, ntar milih aja mau di kamar bunda sama ayah atau di kamar tamu, atau ... .”

“Atau?”

“Atau tidur sama gue.” Senyum lebar muncul di bibir Reza dengan mata yang ikut tersenyum.

“Ngawur ya lo.” Satu cubitan mendarat pada perut Reza.

“Aw sakit anjir.”

“Makanya kalo ngomong mikir dulu.”