Motor

Kiana keluar dari kamarnya dan menghampiri Reza yang sedang memainkan ponselnya di depan televisi.

“Lo ngapain sih kesini?” Kiana duduk di samping Reza.

“Mau ngajakin main motor.” Reza meletakkan ponselnya dan menatap Kiana.

“Lo tau kan gue ga bisa.” Kiana beralih duduk menghadap Reza.

“Lo bisa Na, lo cuma masih takut.”

“Lo tau gue takut, kenapa masih mau ngajak gue?”

“Supaya lo ga terjebak terus sama trauma lo. Gue yakin lo pasti bisa lagi.” Reza memegang kedua pundak Kiana untuk meyakinkannya.

“Kalo kejadian waktu itu terulang lagi gimana? Gue ga mau.” Kiana menunduk dengan perasaan tak yakin pada hatinya.

“Kejadian waktu itu ga akan terjadi lagi, kan ada gue.” Reza mengangkat dagu Kiana agar ia bisa menatap matanya.

Melihat mata Reza yang penuh dengan keyakinan, akhirnya hati Kiana setuju untuk mencoba kembali.

Dengan senyum ragu Kiana berkata, “Oke ayo!”

Reza dan Kiana pergi ke sebuah lapangan yang lumayan luas.

“Maju sini.” Reza men-standarkan motornya dan turun meninggalkan Kiana yang masih duduk di bangku belakang.

“Terus gimana?” Kiana maju bangku depan dan memegang stang motor itu.

“Na, lo kan bisa anjir.”

“Hehehe, ya sapa tau cara berubah.”

“Udah buruan, pelan aja dulu, gue ikutin dari samping nanti.”

Kiana mulai menarik tuas rem bersamaan dengan menekan tombol starter, namun ia lupa menaikan standar motornya.

Reza menepuk jidatnya pelan dan menggelengkan kepalanya, “Standarnya belum lo naikin anjir aelah jangan bikin emosi napa?”

“Ya maap lupa.”

Kiana menaikan standar motornya dan mulai kembali menghidupkan mesin motornya. Tak butuh waktu lama pun mesin motor itu pun hidup.

“Nah ayo,” ajak Reza.

Kiana mulai menarik gas dengan perlahan. Dengan kedua kakinya yang tak mau naik karena ia takut akan jatuh.

Perlahan namun tetap Kiana memutari lapangan tersebut bersama Reza yang setia berjalan di samping Kiana dan terus meyakinkan Kiana.

“Udah, gue ga kuat.” Kiana berhenti dan mematikan mesin motornya.

Bibirnya pucat, dahinya berkeringat, jarinya bergetar hebat, dan kakinya yang sudah tak kuat menahan tubuhnya.

Dengan cepat Reza menurunkan standar motornya dan mendekap Kiana ke dalam pelukannya.

“Tenang oke? Gue disini, ga usah takut. Gue tau berat banget kan? Sorry ya gue malah maksa lo buat bawa motor lagi. Dah yuk pulang aja, gue ga akan maksa lo lagi buat bawa motor.”

“Gue takut Ja, gue bukan takut bakal sakit lagi kaya dulu, gue takut sendiri lagi Ja, sendiri disaat gue butuh mereka Ja,” ucap Kiana dengan suara bergetar.

“Lo ga pernah sendiri, ada gue, akan selalu ada gue Na.”