Misi Rahasia
Diskusi telah usai, Ray menjalankan rencana yang sudah ia sepakati tadi. Ray berjalan mendekat ke Jay di ruang makan.
Ray mendudukan dirinya di hadapan Jay, mengeluarkan ponselnya dan mulai mencari sesuatu untuk mengambil perhatian Jay.
Ray menemukan cara mengambil perhatian Jay, ia akan meminta Jay untuk membantunya memilihkan sepatu di toko online. “Jay, sini deh, gue bingung mau pilih yang mana.”
Jay memalingkan pandangannya menatap Ray. “Apa?” tanyanya.
“Makanya sini.” Sesungguhnya Jay sangat malas menuruti permintaan Ray. Namun, ia paham dengan sifat kembarannya ini, jika tidak dituruti, mereka akan beradu mulut dan Jay tak menyukainya.
Jay bangkit dari duduknya dan mendekat ke arah Ray. Dari kejauhan, terdapat Amel yang sedari tadi memperhatikan mereka.
Saat mendapati Jay yang sudah membelakangi rak dapur, maka Amel langsung saja menjalankan aksinya.
Mata Jay menangkap pergerakan Amel, ia menolehkan pandangannya menatap Amel yang berjalan masuk ke dapur. “Ngapain?”
“Mau bikin susu, lo mau?” Jay sontak menggeleng, sebab ia tak menyukai susu.
Ray merasa fokus Jay justru memperhatikan Amel, Ray kembali meminta Jay agar fokus pada ponselnya, untuk membantunya memilih sepatu yang akan ia beli.
Karena Jay pun tidak tertarik pada susu yang dibuat Amel, maka ia juga tak menghiraukan Amel. Jay kembali berfokus pada ponsel Ray.
Setelah selesai membuat susu, Amel menoleh ke arah kedua saudaranya. Rupanya anak kembar di sana sedang sedikit beradu argumen saat memilih sepatu.
Memilih sepatu hanyalah alibi untuk mengelabui Jay, tetapi Ray melakukannya seolah-olah ia benar-benar sedang memilih sepatu.
Amel membuka lemari dapur paling pojok seperti yang Ray beri tahu kepadanya. Ia mengambil satu bungkus martabak dengan perlahan, tanpa ada suara apapun yang muncul.
Ray menoleh singkat pada adiknya, melihat Amel yang sudah membawa martabak. Ray mengode Amel untuk segera meninggalkan dapur.
Amel paham dengan kode itu dan segera meninggalkan dapur tanpa berpamitan kepada kedua saudaranya. Amel meminimalisir keadaan, takut jika Jay sadar kalau Amel sedang membawa makanan.
Ray mengakhiri perdebatan dengan saudara kembarnya agar ia bisa cepat meninggalkan Jay. Ia tak sepenuhnya percaya pada sang adik, ia pula takut jika makanan yang dibawa adiknya tadi langsung habis oleh Amel.
Jay menatap sekeliling dapur, ia tidak mendapati kehadiran sang adik. “Lah, si Amel udah balik ke kamar?”
“Udah, masa lo ngga lihat sih?” Jay menggeleng, tetapi ia tak mengambil pusing akan hal itu.
Ray meninggalkan Jay seorang diri, sekarang ia melangkahkan kakinya menuju balkon. Ia buka pintu balkon, dugaannya benar, adiknya sudah terlebih dahulu memakan martabak yang ia bawa.
“Wah parah, masa gue ditinggal, padahal ini yang beli gue.” Ray menatap Amel yang santai memakan makanan di depannya.
Amel melirik Ray, ia memutar bola matanya malas. Tangannya mengambil satu potong martabak dan langsung ia masukan ke dalam mulut kakaknya. “Bawel, gue baru makan satu doang.”
Ray tersedak karena ulah sang adik, Amel justru tertawa bahagia melihat Ray, ia tak mempunyai belas kasihan sedikitpun pada Ray.
Batuk Ray langsung berhenti ketika melihat Jay berada di ambang pintu. Ray terkejut bukan main, seperti tengah melihat sosok tak kasat mata.
Jay bukanlah orang yang mudah untuk dikelabui, maka saat tingkah saudaranya aneh, ia langsung mencurigainya.
Kecurigaan Jay benar, kini ia melihat dua saudaranya sedang asik menikmati makanan tanpanya. “Enak ya makan tanpa gue?”
Amel menghentikan kegiatan mulutnya saat mendengar suara itu, lalu ia menoleh pada sumber suara. “Eh? Bukan gitu, Bang.”
“Duh, ini tuh yang nyuruh Bang Ray serius, gue cuma disuruh aja.” Amel gelagapan, berakhir ia menyudutkan saja kakaknya.
Mata Ray terbelak saat mendengar jawaban Amel, bisa-bisanya ia disalahkan oleh Amel.
“Terus lo mau disuruh kaya gitu? Sekalian aja besok kalo Ray nyuruh lo loncat ke sumur, lo turutin dia.” Nada bicara Jay memberat, sepertinya kini ia tengah marah.
“Mau hehe, soalnya makanan.” Amel menggaruk pelan kepalanya yang sama sekali tidak merasakan gatal.
“Maaf deh maaf, udah sini, kita makan bareng aja kalo gitu.” Ray mencoba membujuk Jay yang langsung diimbuhi oleh Amel, “Iya sini Bang, masih banyak kok.”
Jay berjalan mendekat ke mereka, Amel pun menyambutnya dengan senyuman yang lebar. Namun, Jay juga membalas senyuman itu tak kalah lebar. Amel dan Ray saling bertatapan heran, mengapa Jay tersenyum seperti penjahat saat ini?
Tangan Jay mengambil bungkus martabak itu, membawa semuanya pergi. Membuat Amel dan Ray paham dengan senyuman yang baru saja diberi Jay.
“Dasar rakus, awas aja lo, ngga akan gue bagi makanan lagi.” Amel berteriak pada Jay yang sudah pergi meninggalkan balkon.
Ray dan Amel menunjukan tatapan kecewa, usaha mereka sia-sia, lebih tepatnya rugi besar.