Mancing

“Mampir ke minimarket di depan sebentar dong,” ucap Pio kepada sang kekasih di sebelahnya.

Okta menolehkan pandangannya sekilas menatap Pio. “Mau ngapain?”

“Mau beli baju.” Pio tersenyum dan melanjutkan kembali ucapannya, “Ya mau beli jajan dong, ganteng.”

Bagi Pio, pertanyaan yang dilontarkan Okta adalah pertanyaan bodoh. Untuk apa pula selain membeli makanan atau minuman di minimarket.

Okta menghentikan mobilnya tepat di depan sebuah minimarket dengan kondisi minimarket yang sepi.

“Kamu mau ikut ngga?” Pio menawarkan Okta untuk ikut masuk ke dalam. Sebagai lelaki gentle, Okta ikut turun dari mobil dan ikut pergi ke dalam minimarket.

Pio mengambil satu es krim dan pergi ke kasir. Okta heran pada kekasihnya, mengapa dia hanya membeli satu buah es krim saja.

Pio mengeluarkan dompetnya dari dalam tasnya, tetapi langsung ditahan Okta. “Ini Mbak, kembaliannya ambil aja.” Okta memberikan selembar uang berwarna hijau pada meja kasir.

Okta menarik tangan Pio perlahan, mengajaknya keluar dan kembali memasuki mobil.

Okta sudah ingin menginjak gas mobilnya, tetapi ditahan oleh Pio. “Di sini dulu aja, aku habisin es krimku dulu.” Okta menuruti kekasihnya dan langsung mematikan mesin mobilnya.

Memandangi sang kekasih yang sibuk dengan satu es krim yang sedang ia genggam. Matanya tidak beralih ke mana pun selain dari wajah Pio yang menikmati es krim rasa stroberinya.

Niat jelek terselubung dalam pikiran Pio. Ia sengaja memakan es krimnya dengan sedikit berantakan, membuat Okta gemas akan hal itu. “Pi, itu yang di bibir jangan didiemin aja dong, buruan dimakan.”

“Ha? Yang di mana? Perasaan ngga ada apa-apa deh.” Pio berbohong, sebetulnya memang ia sengaja.

Tangan Okta terulur untuk membersihkan sedikit es krim yang berada di bibir Pio. Namun tangannya langsung ditepis oleh Pio. “Ngga boleh pake tangan,” ucap Pio dengan senyum singkat di bibirnya.

Okta membalas senyuman Pio. “Oh, jadi kamu mancing, hm?” Intonasi suara Okta sontak menurun, membuat atmosfer di dalam mobil kian memanas.

Okta memajukan tubuhnya mendekat ke Pio, tangannya memegang tengkuk leher Pio dan menariknya agar semakin dekat dengannya. Satu tangan Pio sontak memegang pundak Okta untuk sedikit menahan kekasihnya.

Percuma saja, tenaga Pio tak akan mampu menahan tenaga Okta. Hidung mereka yang pertama kali saling bersentuhan. Pio sudah tak dapat lagi membuka matanya saat merasakan hembusan napas Okta benar-benar berada di bawah hidungnya.

Detik berikutnya Okta menyentuhkan bibirnya dengan bibir Pio. Pio meremat pelan pundak Okta menyalurkan rasa terkejutnya.

Dua benda kenyal itu sekarang tengah bergelut, tangan Pio yang semulanya meremat pundak Okta pun kini sudah merambat ke kepala Okta bagian belakang.

Pio diam atas kendali Okta, kekasihnya adalah good kisser, Okta mampu membuat Pio melayang menikmati kegiatan yang tengah mereka lakukan.

Setelah dirasa cukup, Okta melepas tautan bibirnya. Menatap dalam Pio seolah mendominasinya.

“Manis,” ucap singkat Okta yang setelah itu memberikan satu kecupan singkat kembali pada bibir Pio.