Mainan

“Let's go kita pulang.” Maria mengangkat tangan Shelly dan sedikit menariknya untuk mengajak pergi.

Maria baru saja menyelesaikan sedikit administrasinya untuk kuliah. Maria memang mendapat beasiswa, namun tak seluruh biaya ditanggung.

Maria dan Shelly sudah sampai di luar kampus, mereka akan menyebrang untuk pergi ke halte bus.

Saat hendak menyebrang, Shelly tidak mau berjalan. Membuat kendaraan kembali ramai, dan mereka terpaksa menunggu lagi.

“Shelly?” Maria menoleh ke bawah, melihat Shelly.

“Kakak, mau itu.” Shelly menunjuk sebuah toko mainan yang berada tak jauh dari mereka.

“Besok aja ya, kapan-kapan kita ke sana.” Bukan tanpa alasan Maria berbicara seperti itu, melainkan memang uang yang Maria pegang sekarang hanya cukup untuk makan beberapa hari ke depan.

“Ga mau, mau sekarang.”

Maria berjongkok dan menghadapkan badan Shelly agar menatapnya, “Kapan-kapan ya? sekarang kita pulang aja.”

“Hiks mau itu, mau ke sana. Boleh ya, kakak?” Seperti anak-anak pada umumnya yang menangis karena keinginannya tidak dipenuhi, seperti itu lah Shelly.

“Jangan nangis, kalo nangis jelek. Besok kalo kakak ada uang, kakak janji bakal ajak Shelly ke sana.” Maria mengusap air mata yang keluar dari mata Shelly.

“Mau sekarang, mau sekarang, kakak.” Shelly terus saja menangis, ia tak peduli, ia hanya ingin pergi ke toko mainan.

Maria fokus membujuk Shelly, hingga tak sadar jika jauh di belakang Maria, sudah ada yang memperhatikan mereka.

Farhan awalnya ingin membeli makan di seberang kampus, karena nanti ia akan ada kelas lagi, namun ia kurang suka makanan di kantin.

Farhan juga memutuskan untuk berjalan saja, karena hanya dekat.

Farhan tak sadar jika anak yang sedang ia perhatikan itu Shelly. Karena sejatinya Farhan suka dengan anak kecil dan ia tak suka jika melihat anak kecil menangis, Farhan menghampiri Maria dan Shelly.

Sepanjang langkah Farhan saat menghampiri Maria, Shelly terus saja merengek sembari tangannya menutupi wajahnya, yang membuat Farhan tak melihat wajahnya.

Farhan menepuk pundak Maria yang masih setia dengan posisinya, “Maaf mbak, anaknya kenapa ya? saya lihat dari tadi nangis terus.”

Lantas Maria menoleh dan mendongak, sungguh terkejut ia mendapati sosok yang sama dengan sosok yang beberapa hari ini ia sering jumpai.

“Lah, Maria? berati ini Shelly?” Maria mengangguk.

Farhan langsung mendekati Shelly dan menggendongnya. “Shelly kenapa?”

Shelly membuka tangannya dan menatap orang yang menggendongnya, “Kakak ganteng?” Farhan tersenyum dan mengangguk.

“Mau ke sana, tapi sama kakak ga boleh.” Shelly kembali menunjuk toko mainan di dekat sana.

Farhan beralih menatap Maria, “Kenapa, Mar?”

“Uang gue baru aja gue pake buat bayar spp, kak, cuma ada buat makan kedepannya aja.”

“Shelly, ayo kita beli mainan.”

“Yeyyy, ayo kak!” Air mata Shelly langsung berhenti, sekarang matanya berbinar bahagia.

“Kak, kan tadi gue bilang kalo lagi ga ada uang, jangan ajak ke sana.”

“Gue yang beliin mainan.”

“Jangan dong, ga enak gue, dari kemarin nyusahin lo terus.”

“Kan gue yang mau. Lihat, Shelly aja seneng banget. Iya ga, Shelly?” Shelly mengangguk menjawab pertanyaan Farhan.

“Kak, gue ga mau kalo ini cuma-cuma. Anggep ini utang gue ke lo aja, ya? besok gue janji bakal ganti.”

“Iya, serah lo aja.”