Kantin

Sebuah suara bel terdengar, suara yang sudah sangat dinantikan semua orang di kelas, suara yang membuat semua orang kembali bersemangat, yaitu bel istirahat.

Seluruh siswa dan siswi di kelas itu sudah keluar dari kelas, kecuali Reza, Aksa, Reno, Haris, Kenzo, Kiana, Dara, dan Gian. Mereka masih tetap setia di kursinya masing-masing.

“Ini kenapa pada ga keluar sih? Gue laper nih.” Oceh Haris.

“Lah iya, kenapa masih di kelas anjir?” Gian menyahuti Haris.

“Ya udah ayo kantin,” Ajak Aksa.

“Bentar, ciwi-ciwi mau ke toilet dulu, kalian duluan aja.” Ucap Dara.

“Pada mau pesen apa? Biar nanti cepet.” Tanya Kenzo.

“Samain aja sama kalian.”

Setelah itu mereka semua keluar kelas bersamaan namun berpisah di salah satu lorong sekolah. Para gadis masuk ke dalam toilet dan berjejer di depan cermin yang ada di sana. Memang aneh, mereka selalu begini saat selesai kelas, entah alasannya apa. Padahal mereka hanya menatap diri mereka sendiri di cermin lalu pergi keluar.

Kini para lelaki sampai di kantin, mereka memutuskan untuk menggabung dua meja karena jika hanya satu meja tidak akan cukup untuk delapan orang. Aksa yang memesan makanan pada bibi kantin, sementara yang lain hanya duduk dan mengobrol saja. Tidak untuk Haris, dia hanya mengeluh lapar terus, sampai semua sudah bosan mendengar kata itu keluar dari mulutnya.

Reza melihat Kiana, Dara, dan Gian dari jauh dan langsung mengkode Kiana agar duduk di depannya. Kiana paham atas kode itu dan segera duduk di depan Reza. Tidak lama Aksa datang bersama dengan pelayan yang berkerja di sana sembari membawa pesanan dari Aksa. Aksa langsung duduk di samping Kiana dan membantu pelayan itu untuk membagikan makanan dan minuman yang sudah ia pesan.

“Nah gini dong, laper banget gue.” Yap yang bersuara Haris.

“Ga usah banyak bacot deh, stop bilang laper, makan nih.” omel Reno sembari mengoper sebuah mangkok berisi bakso ke arah Haris.

“Minum gue mana?” tanya Gian.

“Sabar buk, ini.” jawab Dara sembari memberikan segelas es teh ke Gian.

Kini semua sudah menyantap makanannya masing-masing. Tangan Kiana terulur mengambil sebuah mangkok kecil yang berisi sambal, ia buka tutup mangkok itu dan menuangkan beberapa sendok sambal ke dalam baksonya.

“Ga usah banyak-banyak, ntar sakit perut mampus.” ucap Reza memperhatikan Kiana.

“Iya bawel, ini dikit.” jawab Kiana.

“Sok banget lu mampus-mampusin bilang aja kalo lo khawatir.” sahut Kenzo, yang membuat semua orang di meja itu menahan tawanya.

“Maklum gengsinya Reza se-tinggi langit.” timpal Haris.

“Paan sih? Ga jelas lo.” ucap Reza.

“Eh gue mau pesen minum lagi, ada yang mau nitip ga?” tanya Gian sambil bangun dari tempat duduknya.

“Gue engga.” jawab Kiana.

“Yang lain?” Semua membalas dengan gelengan, kecuali Kenzo.

“Gue ikut Gi,” ucap Kenzo dan bangun dari tempat duduk nya.

“Ekhem,” ledek Haris.

“Diem lo.” ucap Gian dengan nada tegas.

Kiana melanjutkan makannya, dahinya berkeringat karena kepedasan. Melihat itu Aksa langsung mengambil sebuah tissue dan mengelap keringat yang ada di dahi Kiana. Reza yang melihat itu hanya menatap malas.

“Cemburu bilang,” ucap pelan Reno pada Reza.

“Dih, engga.” jawab Reza.