Jujur

Perasaan Maria hari ini sangat tidak karuan. Setelah Farhan memberi kabar jika ia akan mengajak Maria untuk menemui papanya, Maria langsung dilanda kekhawatiran.

Seharian ini ia tidak fokus, pikirannya sibuk memikirkan apa yang akan terjadi setelah ini.

Sekarang dirinya sedang sibuk mempersiapkan diri, karena Farhan sudah memberi kabar jika ia akan datang menjemput Maria sebentar lagi.

Berbanding balik dengan Maria, Shelly justru sangat bersemangat untuk datang ke rumah Farhan.

Tak lama, suara mobil Farhan terdengar, Maria langsung saja keluar dari rumahnya bersama Shelly.

Tak mau memakan waktu, Maria dan Shelly langsung saja masuk ke dalam mobil Farhan.

Farhan hanya menyapa singkat Maria dan Shelly. Setelahnya, Farhan lajukan mobilnya menuju rumahnya.

Dalam perjalanan, Farhan menyadari jika wanita di sebelahnya sekarang sedang merasa gugup. Farhan melihat sekilas ke Maria, lalu tangannya menggenggam tangan Maria.

Jempolnya ia gerakan untuk mengelus punggung tangan Maria. “Tenang, ya, semua bakal baik-baik aja.”

Suasana sekarang tak begitu hening, karena Shelly yang sibuk menceritakan tentang sekolah dan teman-temannya.

“Nah, sampai deh.” Farhan menghentikan mobilnya tepat di depan rumahnya.

Shelly yang sudah tak sabar pun langsung keluar dan tanpa aba-aba langsung masuk ke dalam rumah Farhan, menyisakan Maria dan Farhan berdua.

Farhan dan Maria ikut keluar dari mobil. Entah mengapa, kaki Maria sekarang sangat berat untuk melangkah.

“Ayo, Mar.” Farhan menarik tangan Maria, namun Maria tak melangkah, ia tetap setia di tempat. “Kenapa, Mar?”

“Ga tau, Kak, kaya berat aja gitu.”

Farhan beranjak memposisikan dirinya ingin menggendong Maria. “Loh, Kak? Ngapain?” Maria masih tetap setia berdiri.

“Katanya berat, yaudah aku gendong aja.”

Maria langsung saja menarik balik tangan Farhan, “Ga usah, ayo, Kak.”

Sepasang kekasih itu pun langsung masuk ke dalam rumah Farhan. Begitu masuk, mereka sudah dapat melihat Shelly yang sedang diajak bercanda gurau oleh kedua orang tua Farhan.

Genggaman Maria pada Farhan semakin kuat, menandakan dirinya benar-benar takut. Jempol Farhan lagi-lagi bertugas mengelus tangan Maria untuk meyakinkan Maria.

Langkah mereka mendekat ke arah Shelly dan orang tua Farhan. Senyum Farhan terukir, lalu ia berkata pelan pada Shelly, “Shelly, naik ke atas dulu mau ga? Shelly di kamar Kakak dulu, ya?”

Bibir Shelly menekuk ke bawah, namun ia tetap mengangguk. Shelly segera naik ke atas menuruti permintaan Farhan.

Tatapan Papa Farhan terheran, mengapa Farhan menyuruh Shelly untuk naik?

Namun, Papa Farhan menyadari hadirnya Maria. “Eh, Maria, gimana kabarnya? Udah lama ga ikut main ke sini sama Shelly.”

“Baik Om,” jawab Maria.

Papa Farhan hanya mengetahui jika Maria adalah teman Farhan dan Kakak Shelly. Maria memang sudah sering bertemu dengan Papa Farhan, namun dengan status yang berbeda. Dan hari ini ia akan mengakui status kebenarannya.

“Ayo duduk dulu.” Mama Farhan mempersilahkan Maria untuk duduk terlebih dahulu.

Setelah sedikit berbasa-basi, Papa Farhan langsung menanyakan pertanyaan yang membuat suasana kian memanas.

“Katanya mau ngajak pacar kamu, mana?” ucap Papa Farhan pada anaknya.

Farhan merangkul Maria dan berkata, “Ini pacar aku.”

“Maksud kamu?”

“Orang yang selama ini Papah anggap sebagai temen aku itu salah. Maria ini pacar aku.” Farhan dengan percaya diri mengenalkan ulang Maria pada papanya.

“Jadi ini pacar kamu yang kedua orang tuanya tidak jelas?” Papa Farhan mengatakan kalimat itu sembari memberi tatapan tak suka pada Maria.

Sakit, hati Maria sakit mendengarnya, namun ia tidak dapat melakukan apa pun. Farhan sedikit kesal dengan ucapan papanya, namun ia berusaha mengontrol emosinya.

“Papah jangan ngomong gitu lagi. Maria itu anak yang mandiri, harusnya Papah bangga karna aku punya pacar kaya dia.” Farhan masih tetap mengangkat derajat Maria di depan papanya, agar Maria tak lagi direndahkan.

“Mandiri atau tak terurus?” Tak hanya Farhan yang kesal akan perkataan papanya, namun Mama Farhan ikut kesal pada suaminya.

“Om, orang tua aku bukan tidak jelas, mereka udah tenang di surga sana. Aku bukan tak terurus, tapi aku punya tanggung jawab untuk menghidupi Shelly dan diri aku sendiri. Menurut Om mungkin aku ga layak jadi pendamping Kak Farhan, tapi aku berani bilang, kalau cuma aku yang layak jadi pendamping Kak Farhan.” Sungguh di luar dugaan Farhan jika Maria akan berkata seperti itu.

“Kamu ini tidak pernah dididik makanya seperti ini.” Papa Farhan masih tetap menyudutkan Maria.

“Justru karena aku dididik, Om, aku masih bisa menghormati Om. Aku dididik untuk mandiri, ga mengandalkan uang orang tua. Aku dididik untuk menjadi kakak yang baik.” Suara Maria bergetar, membuat Farhan terus memberi usapan pada pundak Maria.

“Tetap saja kamu tidak layak untuk anak saya.”

“Baik, aku bakal buktiin ke Om kalau aku layak. Aku pamit dulu, terima kasih atas hinaannya tadi. Besok aku ke sini lagi ya Om, sampai ketemu besok.” Maria berdiri dan berlari keluar meninggalkan Farhan dan kedua orang tuanya. Maria berlari tanpa arah, tubuhnya bergetar dan air matanya sudah tumpah.

“Kejar, Han. Biar Shelly nanti sama Mamah Papah aja,” ucap Mama Farhan.