Jemput

Motor hitam milik Azra berhenti di depan rumah Juli. Azra memencet tombol klaksonnya sekali untuk memberi tanda kepada Juli, jika ia sudah sampai.

Juli mendengar suara klakson milik Azra pun lantas bergegas keluar dari rumah dengan terburu-buru, takut jika Azra terlalu lama menunggunya.

Ia berlari ke arah Azra sembari memasukan beberapa barang ke dalam tasnya. Sampai-sampai Juli hampir terjatuh karena tak memperhatikan langkahnya.

“Nggak usah lari-lari 'kan bisa. Sakit nggak kakinya?” tanya Azra saat Juli sudah mendekat padanya.

“Dikit,” cicit Juli sembari meringis kecil.

Heels lo copot aja. Ganti pake sepatu atau sendal biasa.” Azra menatap kaki Juli yang memakai sepatu dengan hak lumayan tinggi.

Kaki Juli akan terasa lebih sakit lagi jika memakai sepatu itu, maka Azra meminta Juli menggantinya.

“Nggak usah, gue mager ganti. Mau pake ini aja.” Juli enggan mengganti sepatunya. Ia langsung mengambil satu helm pada genggaman tangan Azra dan naik ke motor Azra.

Ngeyel banget ni bocah, batin Azra.

“Bokap nyokap lo di rumah nggak?” tanya Azra menoleh pada kaca spionnya menatap Juli.

“Nggak ada, kenapa emang?”

“Pamitan lah, 'kan gue mau ngajak anak gadisnya pergi. Eh, lo masih gadis, kan?” ucap Azra yang langsung mendapat satu pukulan di pundaknya.

“Ngomong apa lo?!” Juli memukul pundak Azra cukup keras hingga sang empu meringis kecil.

“Bercanda elah. Ya udah berangkat aja kita, nanti di sana jangan pake gue-lo, tapi pake aku-kamu.” Juli tak menjawab, ia justru mengeluarkan ponselnya dan memainkannya.

“Paham, Sayang?” ucap Azra dengan penekanan pada kata terakhirnya. Membuat Juli tersontak terkejut mendengarnya.

“Monyet. Iya paham.” Azra terkekeh dan segera melajukan motornya. Sesekali menoleh pada kaca spionnya yang terarah ke Juli.

Azra dan Juli sudah hampir dua tahun berteman, dan itulah yang membuat mereka tidak begitu canggung. Mereka terkenal dengan julukan Tom and Jerry, karena mereka tak pernah akur.

Maka dari itu, mungkin ini alasan Andi memberi sebuah dare seperti ini kepada mereka. Andi ingin melihat Azra dan Juli jika menjadi akur tanpa ada adu mulut di antara keduanya.

Jujur saja Juli merasa sangat konyol karena menerima tantangan dari Andi begitu saja. Padahal itu tadi hanyalah permainan biasa saja, yang seharusnya tidak akan ada tantangan seperti ini.

Tapi apa boleh buat, ia terlanjur menerima tantangan itu agar tak terkalahkan dari Azra. Azra pun mau tak mau harus menerima tantangan dari Andi agar ia terlihat seperti lelaki sejati yang selalu menerima segala tantangan.