Flying Fox

Belum sempat Rani membalas pesan Maraka, tangannya terlebih dahulu ditarik Maraka. “Ayo naik sama gue.”

Maraka mengajaknya pergi naik ke atas, tempat bermain wahana flying fox. Rani sudah berkali-kali menolak, tetapi Maraka tetap memaksa Rani agar mengikutinya.

Pada saat di tangga, Maraka tidak terburu-buru, ia paham Rani takut akan ketinggian, maka ia tuntun Rani perlahan untuk naik ke atas.

Sesampainya di atas, Rani masih mencoba menolak. “Ngga mau Ka, gue takut.”

“Ada gue, lo ngga perlu takut.” Setelahnya, Maraka meminta petugas wahana untuk memasangkan alat pengaman padanya dan Rani.

Posisi Rani berada di depan Maraka, petugas meminta Maraka untuk memeluk Rani dari belakang. Mereka sudah bersiap untuk melaju, tangan Rani menggenggam erat tangan Maraka yang berada di perutnya saat ia takut melihat ke bawah.

“Gapapa, cuma bentar doang kok.” Maraka berusaha menenangkan Rani.

Petugas mulai menghitung, dan dalam hitungan terakhir mereka melesat ke depan. Jarak tali flying fox lumayan panjang, sehingga ada waktu untuk Maraka berbicara sebentar.

“Buka mata lo, lihat, bagus kan pemandangannya?” Rani membuka matanya lalu menoleh ke bawah, Rani menggelengkan kepalanya dengan cepat.

“Jangan lihat ke bawah, lihat ke depan atau ke atas aja.” Rani tetap menggeleng, ia tetap enggan membuka matanya. “Kalo lo ngga melek sekarang, lo bakal nyesel karena ngga lihat pemandangan ini.”

Rani memberanikan dirinya untuk membuka mata, kali ini ia tidak melihat ke bawah, melainkan menatap pemandangan di depannya. Benar kata Maraka, pemandangan di depan mereka sangat ini sangatlah cantik.

“Cantik, 'kan? Kayak lo.” Setelah itu, mereka sampai di ujung tali itu. Rani diam sejenak setelah melepas pelindung pada tubuhnya.

“Ran? Lo gapapa?” Rani tak menggubris pertanyaan Maraka, dia masih tetap diam. “Ran, sumpah gue minta maaf, lo pasti kaget, ya?”

Rani sontak menggeleng. “Kaget iya, tapi lo ngga perlu minta maaf. Gue justru berterima kasih karna lo mau ajak gue tadi. Kalo lo ngga ngajak gue, mungkin gue ngga akan pernah nyoba naik flying fox.”

“Sama-sama, ayo turun.” Maraka kembali menarik tangan Rani, tetapi kali ini bukanlah tarikan memaksa, tapi lebih mengarah untuk menggandeng.

Rani memperhatikan tangan yang sedang menggenggamnya, lalu ia sadar di tangan yang menggandengnya ada sebuah luka kecil. “Tangan lo kenapa?” tanyanya pada Maraka.

“Kayaknya kena kuku lo tadi.” Rani mengingat kembali apa yang ia lakukan hingga ia menciptakan goresan kecil di tangan Maraka.

“Ya ampun, gara-gara tadi, ya? Gue minta maaf, gue ngga nyadar sumpah.” Rani merasa bersalah akibat perbuatannya.

“Gapapa, ini bukan salah lo, anggap aja ini hukuman buat gue karna maksa lo tadi.” Bagi Maraka luka kecil pada tangannya tak begitu sakit, bahkan Maraka tak menyadari jika ada luka di sana.

“Jangan gapapa-gapapa aja, ayo ikut gue, lukanya dicuci terus ditutup dulu.” Kini giliran Rani yang menarik tangan Maraka untuk mengikutinya.