Bisa?

Kiana membuka pintu rumahnya dan berjalan ke arah pagar untuk menemui orang yang mengabarinya tadi.

Kiana mendorong pagar rumahnya untuk mempersilahkan Aksa masuk.

Aksa melajukan motornya pelan, memasuki area rumah Kiana.

Aksa turun dari motornya dan menghampiri Kiana yang setia berdiri menunggu Aksa.

“Kenapa, Sa?”

“Lo udah ngantuk belum?” tanya balik Aksa yang dibalas gelengan oleh Kiana.

“Ikut gue yuk!” Aksa menarik tangan Kiana keluar dari kawasan rumahnya.

“Mau kemana?”

“Jalan aja, muterin komplek lu, biar ngantuk.”

Beberapa langkah sudah mereka lewati. Hingga Aksa kembali bersuara, “Ki, kita bisa ga kaya dulu lagi?”

“Semua udah lewat Sa, kita udah ga bisa bareng lagi. Lo lupa, Sa? dulu kan lo yang bikin hubungan kita berakhir.” Kiana menengok ke arah Aksa.

“Tapi gue ga tega lihat lo sekarang sakit lagi.”

“Gue sakit kenapa?”

“Gue tau lo suka sama Reza kan? dan lo sakit karna lihat dia jadian sama Angel.”

Kiana diam sebentar mendengar ucapan Aksa, “Iya gue sakit, rasa sakit yang sama kaya dulu waktu gue lihat lo mesra-mesraan sama cewek lain.”

“Jadi sesakit itu ya?” Kiana mengangguk membalas pertanyaan Aksa.

“Gue sama Reza brengsek ya?”

“Kalian ga brengsek. Mungkin dulu lo ngelakuin itu karena emang gue ga pantes sama lo. Reza juga ga pernah tau gue suka sama dia, jadi kalian bukan orang brengsek. Salah gue karna dulu ga bisa pertahanin hati lo buat gue, dan salah gue juga karna baru sadar sama perasaan gue, setelah Reza jadian sama Angel.” Kiana menatap langit malam yang penuh bintang di sana sembari mengingat moment masa lalunya dengan Aksa.

“Mau ngulang ini semua sama gue?”

“Gue ga mau ngulang rasa sakit yang sama. Sekarang kita cukup jadi temen aja ya? gue ga mau ngerasain sakit lagi kaya dulu.”

“Gue janji ga akan bikin lo sakit lagi, Ki.” Tangan Aksa meraih tangan Kiana untuk ia genggam.

Namun dengan cepat, Kiana menepis tangan Aksa, “Janji lo banyak sama gue dulu, tapi ga semuanya lo tepatin.”

“Sa, udah ya? gue mau lo lupain semua masa lalu kita. Lo masih bisa jadi temen gue, tapi tolong jangan pernah berharap lagi buat kita menjadi 'kita' lagi.”