Berbanding Terbalik

Dengan langkah cepat Kinara menghampiri seseorang yang sudah menghinanya. Kinara sebenarnya malas menghampiri Niskala, namun karena dirinya sudah dihina, maka Kinara tak terima.

Kinara masuk ke lorong tempat Niskala menunggu, di sana sudah terdapat Niskala yang duduk di kursi dengan mengangkat satu kakinya.

“Turunkan kakimu, tidak sopan.” Niskala menoleh pada seorang wanita yang menegurnya.

“Kamu tidak ada hak memerintah saya.” Bukannya menurunkan kakinya, Niskala justru membalas ucapan Kinara.

“Saya mentor kamu, jelas saya berhak memerintah kamu.”

“Bukannya kamu belum menyetujuinya? Lantas mengapa sekarang kamu mengakui jika kamu adalah mentor saya?” Kinara diam, ia tak membalas apapun.

“Termakan ucapan sendiri?” ucap Niskala lagi.

“Sudah, ayo masuk, kita mulai lesnya.” Kinara membuka pintu di depannya, lalu masuk ke dalam. Niskala hanya mengikutinya dari belakang.

Kinara dan Niskala duduk berhadapan, Niskala menaruh tasnya diantara dirinya dan Kinara.

“Sudah sampai mana materi kamu?” tanya Kinara pada Niskala agar cepat.

“Buka saja tas saya, ambil buku di dalamnya, dan buka halaman terakhir.” Niskala mendorong tasnya agar lebih mendekat ke arah Kinara.

Kinara mengambil tas Niskala dengan kesal. Ia mengoceh, “Anak tengil, saya kan mentornya, bukan babunya.”

“Saya tidak tuli, saya mendengarnya.” Kinara sudah bersuara pelan, namun ternyata Niskala masih saja mendengarnya.

Kinara membuka tas milik Niskala, lalu ia terkejut. “Kamu hanya membawa satu buku saja? Kamu tidak niat sekolah?”

“Banyak bicara kamu, cepat buka saja buku itu.” Niskala mengalihkan pandangannya menatap sekeliling.

Kinara membuka pelan buku milik Niskala, ia pandangi satu per satu lembar buku itu. Berbagai materi dengan mata pelajaran berbeda.

Kinara menggeleng pelan, apakah anak ini tidak mempunyai uang untuk membeli buku? Itulah pikir Kinara.

Kinara sampai pada halaman terakhir buku itu, dia beralih menatap Niskala. “Kosong, halaman terakhir kosong, apa yang mau dibahas?”

Niskala mengurut pelan batang hidung teratasnya. “Bodoh, bukan itu yang saya maksud. Buka halaman terakhir yang saya tulis, Kinara.”

“Kamu panggil saya apa? Kinara?”

“Ya memang itu nama kamu, bukan?”

Kinara langsung saja membuka lembaran-lembaran buku itu kembali, mencari di mana letak terakhir tulisan Niskala.

“Yang ini?” Kinara menunjukan satu halaman pada Niskala.

Niskala tak menoleh, ia mengangguk dan membalas, “Iya.”

“Suhu yang dibutuhkan agar tanaman dapat mengalami pertumbuhan terbaik adalah?” Kinara membaca soal pertama pada buku Niskala.

“Jawabannya apa?” tanya Niskala.

“Jelas saja D, yaitu tinggi.” Kinara dengan pede menjawab Niskala.

“Bodoh, yang benar itu optimum. Kamu ini bagaimana? Mentor macam apa kamu?” Niskala menatap mata Kinara lekat.

“Kalau kamu tahu jawabannya, kenapa tanya saya?” Kinara menatap balik mata Niskala.

“Karena itu tugas kamu sebagai mentor saya.”

Kinara merasa dibuat malu oleh Niskala. Tidak ingin berlama-lama, Kinara langsung saja melanjutkan soal selanjutnya.

“Dominasi apikal terjadi karena adanya? Kamu coba jawab pertanyaan ini.” Kinara meminta Niskala untuk menjawab pertanyaan ini. Karena jujur saja Kinara tak mengetahui jawaban dari soal ini.

“Jawabannya A, karena adanya auksin pada bagian ujung akar,” jawab Niskala dengan singkat.

“Nah, itu kamu tau. Kita lan—” ucapan Kinara terpotong oleh Niskala.

“Jawaban A benar? Astaga, yang benar itu yang B, karena adanya auksin pada bagian tunas ujung.” Lagi-lagi Niskala memijat bagian teratas hidungnya.

“Tadi saya salah dengar.” Kinara mencari alasan agar dirinya tidak terlalu malu.

“Alasan saja kamu bisanya.”

“Sudah, lanjut ke nomor tiga. Pada musim kemarau, tumbuhan sering menggugurkan daunnya untuk menghindari kekurangan air akibat transpirasi. Hormon yang memengaruhi peluruhan daun adalah?” Kinara melanjutkannya pada nomor tiga, sejauh ini Niskala lah yang selalu benar dan Kinara yang selalu kalah.

“Jadi, apa jawabannya, Kinara?” tanya Niskala dengan mata yang melirik Kinara.

“Asam traumalin,” jawab Kinara.

“Asam traumalin itu gabungan dari auksin, sitokinin, giberelin, dan asam absisat. Fungsinya untuk memperbaiki jaringan pada tumbuhan yang terluka. Jawaban kamu salah, yang benar adalah asam absisat.” Niskala menjelaskan pada Kinara jika jawaban Kinara salah.

Kinara diam, ia bahkan tak tahu apa itu asam traumalin, ia hanya iseng menjawab saja.

Sekarang posisinya seperti terbalik, bukan Niskala yang menjadi murid dan Kinara yang menjadi mentor. Namun justru Niskala yang menjadi mentor dan Kinara yang menjadi murid.

“Sudah, saya pulang saja. Mentor macam apa kamu? Saya bahkan lebih pintar dari kamu.” Niskala mengambil tasnya lalu pergi dan meninggalkan Kinara seorang diri.

Kinara memukul meja di depannya untuk menyalurkan kekesalannya. Ia berjanji untuk kembali mengulang pelajaran SMAnya untuk mengalahkan Niskala.

Kinara tidak terima jabatannya sebagai mentor diinjak oleh murid tengil yang pengalamannya belum mencapai pengalaman Kinara.

Berbanding terbalik, Niskala justru tak acuh atas yang terjadi tadi. Dirinya hanya tambah menganggap jika Kinara adalah orang bodoh.

Kalau ini bukan perintah ibunya, Niskala tidak akan pernah mau les di Naratama Edu dan di mana pun itu.