Bakpao
Salma tergoda dengan gambar yang dikirim oleh Daffa. Perutnya berbunyi saat melihat tumpukan bakpao yang terlihat sangat lezat.
Salma mengambil cardigan-nya dan memakai sandal bermotif polkadotnya. Salma pergi keluar dari rumahnya dan menyusul Daffa.
Dari jarak yang cukup jauh, Salma sudah dapat melihat Daffa yang sedang antre di depan gerobak bakpao. Salma melambaikan tangannya, namun Daffa tak melihatnya.
“Dor!” Salma menepuk kedua pundak Daffa.
“Eh aduh mamang kaget aduh.” Daffa mengeluarkan latahnya. “Anjir, lo ternyata,” lanjutnya.
Salma tertawa, ia merindukan reaksi terkejut dari temannya ini. Sementara itu, Daffa memasang muka kesal, dirinya merasa malu karena latahnya dilihat oleh banyak orang.
Setelah membeli bakpao, mereka berjalan berdua menuju rumah Salma. Daffa memutuskan untuk mampir ke rumah Salma karena dekat saja, pikirnya.
“Malu gue, Sal. Lo ngga kira-kira ya kalo mau ngagetin. Lain kali breafing dulu, biar gue latahnya bisa bagusan dikit.” Daffa mendumel dengan mulut yang penuh dengan bakpao.
“Habisin dulu bakpao di mulut lo, baru ngomong.” Salma menoleh pada Daffa sekilas, lalu kembali menikmati bakpaonya.
“Dap, ngga kepikiran buat punya temen?” tanya Salma tiba-tiba. Daffa hanya diam mengunyah makanannya tanpa membalas pertanyaan Salma.
Salma merasa teracuhkan dan kembali bertanya, “Kok diem aja sih?”
Daffa menelan makanan di dalam mulutnya. “Katanya suruh dihabisin dulu yang di mulut, makanya gue diem.”
Salma memukul keningnya pelan dan menggeleng. “Sekarang udah habis, kan? Jawab pertanyaan gue.”
“Gue punya temen kok.” Daffa menjawab sembari membuang sampahnya pada tempat sampah.
“Ha? Iya kah? Siapa?” Salma penasaran, karena selama ini Daffa tak mempunyai teman siapapun selain dirinya.
“Namanya, Putri Salma Anaya.” Salma kecewa mendengar jawaban Daffa. Bukan ini jawaban yang ia inginkan, ia ingin Daffa benar-benar menyebutkan nama temannya, selain Salma.
“Lo harus cari temen, Dap. Gue ngga bisa selamanya ada di samping lo.” Salma menatap Daffa yang sibuk memainkan kerikil di sekitar kakinya.
“Kalo gue sampingan mulu sama lo, kita bukan temen namanya, tapi pasutri.” Salma memukul pelan pundak Daffa. “Bukan gitu maksudnya, anjir.”
Daffa dan Salma memasuki rumah milih Salma. Salma langsung ke dapur untuk mengambil minum karena merasakan haus. Daffa memandang sekelilingnya, ia memandangi Salma dari jauh.
“Sal, ngga kesepian?” tanya Daffa tiba-tiba.
Salma tersenyum lalu berkata, “Mau gimana lagi? Lo tau sendiri kalo gue ngga punya siapa-siapa.”
“Lo punya gue, Sal. Lo ngga sendiri.” Salma mengangguk membalas ucapan Daffa. “Iya, Dap.”