Air
Suara rintik hujan yang mengenai atap mulai terdengar. Awalnya sangat pelan, namun waktu ke waktu suara rintikan air itu semakin keras, menandakan hujan yang semakin deras.
Walau keras suara yang dihasilkan oleh hujan itu keras, tetap saja dua insan di sana tak menyadari jika hujan.
Keduanya fokus dengan permainan mereka, memperebutkan sebuah kemenangan.
“YESS! GUE MENANG!” sorak bahagia dari Reza karena memenangkan permainan itu.
Dengan wajah kecewa atas kekalahannya, Kiana mematikan permainan itu dan menatap jendela. Ia baru sadar jika di luar sedang hujan.
“Nah pas banget hujan, jadi nanti makan mienya nikmat banget,” ucap Kiana.
“Ja, hujan-hujanan yuk?” Ide itu tiba-tiba muncul di pikiran Kiana entah dari mana.
“Gas!”
Dua insan itu pun keluar dari rumah dan berjalan pergi menuju ke halaman depan. Yang awalnya ragu-ragu untuk bermain hujan hingga sekarang mereka sudah bermain riang di bawah derasnya hujan.
Tanpa mereka sadari banyak pasang mata yang menatap mereka sambil tertawa, ada pula yang menatap iri.
Tertawa dengan bahagia, berlarian kesana kemari.
“Woi Na, sini kejar gue, bisa ga?” tantang Reza pada Kiana dengan nada tengil.
“Bisa lah!”
Reza mulai berlari dan Kiana yang mengejar dari belakang, mereka mengelilingi halaman itu entah berapa kali banyaknya.
Reza yang iseng pun sering memperlambat larinya namun saat Kiana mendekat, Reza kembali mempercepat larinya. Sungguh sudah sangat pandai memberi harapan palsu untuk orang lain.
Tapi Reza lupa jika Kiana itu cerdik, Kiana berlari berlawanan arah dengan Reza. Hingga mereka saling bertemu, namun karena tanah yang licin, Reza tak mampun menahan dirinya untuk berhenti.
Berakhir dengan Reza menabrak tubuh Kiana dan mereka terjatuh ke tanah.
Reza yang sigap dengan tangan kirinya yang menahan kepala Kiana agar tak terbentur tanah dan tangan kanannya yang ia gunakan untuk menumpu dirinya agar tak menjatuhi Kiana.
Lalu Kiana yang kedua tangannya berada di dada Reza untuk menahan Reza, sembari matanya yang tertutup.
Reza terus menatap gadis cantik yang sekarang berada di bawahnya. Perlahan Kiana juga mulai membuka matanya, menatap seseorang yang kini berada di atasnya.
Menatap Reza yang menatap dirinya dengan rambut yang basah karena terkena air hujan. Tatapannya pun turun pada tangannya yang memegang dada Reza.
“Awas-awas, ayo udahan.” Pipi Kiana tak bisa berbohong, kini wajahnya memerah pertanda ia sedang salah tingkah.
Sebaliknya pun begitu, detak jantung Reza juga sangat cepat berdetak. Bukan karena lelah karena berlari-lari, namun ia juga menjadi salah tingkah.