228. Maaf Lagi

Keesokan harinya kondisi Lisha tidak ada perkembangan, masih setia dengan tidur nyenyaknya.

Pagi ini kamar Lisha hanya berada dirinya dan Via. Hardy dan Malvin sudah berangkat ke kantor masing-masing ubtyk bekerja, dan Rey yang masih harus sekolah.

Via terus menatap Lisha dalam. Banyak rasa sesal di dirinya.

“Dek, mama dulu kenapa mutusin buat lanjut jadi model lagi ya?”

“Kenapa mama ga milih rawat kamu aja?”

“Kenapa mama ga pernah mau buat nemenin kamu seharian aja?”

“Bahkan kita ga ada kenangan apa-apa.”

“Mama belum telat kan? Kita masih bisa perbaikin semua ini kan?”

“Tau ga sih, dulu waktu mama hamil kamu, bawaannya makan sari roti mulu. Apa jangan-jangan karena itu kamu sekarang doyan banget sama sari roti?” Via terkekeh sendiri dengan ucapannya, seolah ia sedang bercanda dengan Lisha, namun tak ada sahutan apapun dari Lisha.

“Waktu kamu lahir, dokter langsung taruh kamu di dada mama, kamu kecil banget, eh sekarang udah besar aja.”

“Mama tau bang Malvin suka banget sama pizza, terus bang Rey suka sama cumi sambal hijau, dan kamu suka sari roti. Mama hebat kan? Walau jarang di rumah, tapi mama tau kesukaan kalian.”

“Kasih mama penghargaan dong, adek bangun ya?” Setelah ucapan yang berusaha menghibur diri sendiri, tetap saja hal itu tidak akan bisa menghibur hatinya sekarang.

Terlalu banyak rasa sesal di hati Via, jika waktu bisa diputar ia ingin kembali saat Lisha lahir, ia akan memilih untuk merawat Lisha ketimbang melanjutkan karir modelnya.

Jika ia bisa kembali ke masa lalu, ia akan terus memberi kasih sayang untuk semua anaknya, menyaksikan anaknya bertumbuh, memberi kehangatan untuk mereka.

Tetap saja tak ada gunanya berandai-andai sebab semua sudah terlanjur ia lakukan, ia harus tetap menghadapi semua ini. Semoga ia belum telat untuk memperbaiki ini semua.