190. Sakit
Hari minggu, hari paling santai, hari yang sangat dinantikan kehadirannya, hari yang membuat semua orang merasa bahagia sejenak.
Namun pada hari ini Lisha harus menjalankan pengobatan pertamanya. Setelah ia setuju untuk menjalankan kemoterapi, Malvin langsung membuat janji dengan dr. Adit.
Kini Malvin, Rey, dan juga Lisha sudah berada di depan ruangan kemoterapi. Beruntungnya proses kemoterapi dapat didampingi bersama orang lain, sehingga itu mengurangi rasa khawatir yang ada di diri Lisha.
“Ayo masuk dulu,” Ajak dr. Adit kepada Malvin, Rey, dan Lisha.
“Nah, Lisha kamu langsung duduk di situ aja ya.” Instruksi dr. Adit pada Lisha yang meminta Lisha untuk langsung duduk di atas brankar yang sudah disediakan.
Rey setia di samping Lisha, saat Lisha duduk di atas brankar pun Rey masih setia di sampingnya.
“Nanti proses kemoterapi akan dilakukan oleh suster ya, saya harus kembali menemui pasien. Setelah proses kemoterapi selesai tolong temui saya terlebih dahulu sebelum pulang,” Ucap dr. Adit.
“Baik dok,” Jawab Malvin.
Dokter Adit pun keluar dari ruangan itu, lalu tak lama kemudian ada seorang suster yang masuk, ia membawa sebuah nampan yang terdapat cairan infus dan beberapa jarum suntik. Melihat itu Lisha langsung meremas pelan tangan Rey, Rey paham dengan itu dan langsung mengusap pelan tangan adiknya untuk menenangkannya.
“Lisha ya?” Tanya suster itu, yang dijawab anggukan oleh Lisha.
“Oke deh, sini dulu tangannya, ga usah tegang, relaks aja.” Ucap suster tersebut dengan lembut, sembari memegang telapak tangan Lisha. Dengan sangat hati-hati suster tersebut pelan-pelan menusuk punggung tangan Lisha dengan sebuah jarum suntik, dan memasangkan infus itu ke punggung tangan Lisha.
Lisha hanya bisa terus meremas tangan Rey yang masih setia ia genggam, sembari menutup matanya menahan sakit. Malvin dan Rey yang melihat Lisha seperti itupun ikut merasakan sakitnya, walau sakitnya tak berasa, tetapi hati mereka sakit melihat adiknya harus kesakitan seperti itu.
Akhirnya suster tersebut telah selesai memasang infus pada tangan Lisha. “Baik sudah selesai, disini sudah ada air jika nanti pasien haus, ada mangkok juga jika memang pasien merasa mual bisa langsung dimuntahkan disini saja. Sembari menunggu cairan infusnya habis, saya tinggal terlebih dahulu. Kalau memang pasien mau tidur tidak apa-apa, saya permisi.” Ucap suster yang setelah itu meninggalkan ruangan.
“Bang..” Panggil Lisha dengan nada lemas.
Malvin dan Rey langsung mengalihkan pandangannya ke arah Lisha, “Ya? Kenapa? Ada yang sakit?” Tanya Malvin.
“Lemes,” Ucap Lisha.
“Tidur aja, gue disini.” Ucap Rey yang terus menggenggam tangan Lisha.
Lisha mengangguk lemah dan mulai menutup matanya perlahan.
“Sakit banget ya bang?” Tanya Rey pada Malvin.
“Ga tau, gue ga pernah ngalamin.”
“Lihat bang, tangan gue sampe merah gini karna dia megangnya kuat banget.”
“Lo mau gantian?”
“Ga usah, sekeras apapun dia pegang tangan gue gapapa, setidaknya dia berbagi rasa sakitnya ke gue.” Malvin mengangguk mendengar jawaban Rey dan mendudukan dirinya di sebuah sofa yang ada di ruangan.
Rey ikut mengantuk menunggu Lisha, dan berakhir ia ikut tertidur. Malvin tetap menatap adiknya, ia tak mau tidur walaupun dirinya juga sudah mengantuk.
Satu setengah jam setelah Lisha tidur, namun tiba-tiba saja Rey terbangun, terkejut karena sebuah genggaman yang awalnya tak berdaya menjadi sangat meremas tangannya. Melihat Rey yang tiba-tiba terbangun itu pun membuat Malvin langsung berdiri dan menghampirinya.
“Kenapa Rey?” Tanya Malvin.
“Bang, lo lihat ini bang, tiba-tiba banget bang dia langsung pegang tangan gue kenceng banget.” Jawab Rey sembari melihatkan tangan nya yang di genggam erat oleh Lisha.
Malvin beralih menatap Lisha yang sudah mengerutkan kedua alisnya dan mulai bermunculan keringat di dahinya. Malvin pun langsung mendekatkan dirinya pada adiknya itu.
“Sha, hey, bangun bentar hey, ayo sini bagi rasa sakitnya Sha.” Ucap Malvin pada Lisha sembari mengusap dahi Lisha. Lisha pun membuka matanya pelan, dan langsung menatap Malvin yang sudah ada persis di depan mukanya.
“Sakit.. Pusing..” Keluh Lisha,
“Tahan ya, bentar lagi habis, mau minum dulu?” Tanya Malvin yang hanya dibalas gelengan oleh Lisha.
“Nonton sofia aja yuk, nih gue semalem download-in episode-episode sofia.” Ucap Rey, yang dibalas anggukan oleh Lisha.
Lalu Lisha pun menonton film kartun yang ia sukai bersama Rey. Walau sesekali rasa sakit di kepalanya tiba-tiba muncul. Namun Malvin dan Rey berusaha sangat keras agar rasa sakit yang dirasakan Lisha teralihkan.
“Cepet sembuh pembawa kebahagiaan gue, lo harus sembuh Sha.” Ucap Rey dalam hatinya.